840 hari di ITB

Tanggal 28 Agustus 2012, yah aku ingat betul itu adalah hari pertama aku menempati kosku di Bandung. Hari itu juga adalah hari pertama aku masuk ke kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai mahasiswa. Sudah sedikit lupa bagaimana perasaanku saat itu, tapi aku yakin tidak akan sebahagia sekarang. Aku mendapatkan tugas belajar dari tempatku bekerja untuk belajar di ITB. Oktober tahun 2011 aku diterima sebagai calon dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta dengan status pegawai kontrak. Setelah bekerja kira-kira setahun akhirnya aku mendapatkan tugas yang aku tunggu-tunggu yaitu tugas belajar. Yeahhh,...saat itu memang rasanya senang sekali, apalagi aku ditugaskan di Bandung yang katanya termasuk salah satu kota terindah di Indonesia.

Gambar kampus ITB


Ada pepatah mengatakan, "bukit indah dilihat dari lembah, lembah indah dilihat dari puncak bukit", itulah kira-kira yang aku alami selama di ITB. Saat bekerja aku membayangkan tugas belajar adalah hal yang menyenangkan, setelah aku melalui semester demi semester aku berfikir lagi sepertinya bekerja lebih menyenangkan. Semester pertama aku jalani dengan banyak senyum dan tawa. Lingkungan baru, tempat tinggal baru, sekolah baru, dan tentu saja teman-teman baru. Tidak ada hal sulit yang aku bayangkan. Idealismeku masih tinggi, aku mengambil mata kuliah yang namanya keren dan tentu saja yang berhubungan dengan bidang baru. Kuliah demi kuliahpun aku jalani, semua terasa mudah sebelum ujian tengah semester (UTS) tiba. Setelah UTS mulai terasa sepertinya aku butuh kerja keras karena nilai UTS semester pertamaku tidak begitu baik. Akhirnya semester pertamaku berakhir buruk dengan IP dibawah 3,00.

Dengan nilai semester pertama dibawah 3,00 tentu saja banyak hal yang merugikanku. Aku tidak bisa mengambil kuliah sks maksimal di semester dua yang artinya aku tidak bisa lebih cepat menyelesaikan kuliahku. Untuk memaksimalkan waktuku di semester dua akhirnya aku putuskan untuk mengajukan topik tesis lebih awal. Sebenarnya aku sadar kalau aku panas mesinnya agak lambat jadi untuk mengantisipasi itu aku mengajukan tesis lebih awal. Akhirnya semester dua selesai dengan nilai 3,50 tidak sempurna tapi cukup memuaskan. Setidaknya aku tidak terlalu malu saat memberikan laporan evaluasi pada pihak yang membiayai kuliahku.

Setahun sudah aku di Bandung, waktu terasa begitu cepat. Sedikit demi sedikit sejujurnya aku mulai kangen suasana kerja di Yogyakarta. Begitulah, seperti yang sudah aku katakan tidak ada hal yang benar-benar nyaman, kita butuh perjuangan di setiap bagian dari hidup kita. Kebanyakan mahasiswa S2 semester tiga digunakan untuk mengambil tesis dan akan diselesaikan setidaknya sampai semester empat berakhir. Aku punya pendapat lain, aku tahu persis bahwa tesisku tidak akan selesai di semester tiga jadi aku putuskan untuk tidak mengambil tesis dahulu dan aku gunakan sisa sks untuk perbaikan nilaiku yang ancur di semester pertama. Rencananya semester empat aku baru mengambil tesis dan menyelesaikannya karena kuliah teori sudah beres. Di akhir semester tiga terjadi suatu hal yang kurang baik untukku. Ada perubahan kurikulum dan ada perubahan mata kuliah wajib yang harus diselesaikan sebelum lulus. Sekali lagi aku tidak beruntung karena ada satu matakuliah wajib yang belum aku ambil pada kurikulum baru tersebut. Matematika Lanjut, itu adalah mata kuliah yang membuatku harus tetap mengikuti kuliah di semester empat. Rencana semester empat bebas kuliah gagal. Padahal jika saja semester empat aku tidak ada kuliah maka aku bisa fokus dalam pembuatan model pada penelitianku yang akan aku buat di Yogyakarta.


Semester empat aku putuskan untuk fokus pada sisa matakuliahku yaitu matematika lanjut. Aku tidak mau mendapat nilai jelek atau bahkan tidak lulus, karena kalau sampai itu terjadi artinya aku harus tambah waktu kuliah dan itu hal yang buruk. Akhirnya pengerjaan tesisku terganggu dan pendirianku mulai goyah, apakah aku bisa selesai di semester empat? Semester empat berakhir dengan nilai satu-satunya mata kuliah yang aku ikuti dapat B. Bukan nilai B yang membuatku khawatir tetapi tesisku yang masih jauh dari kata selesai huftt....

Selesai ujian akhir semester empat aku langsung pulang ke Yogyakarta untuk kejar tayang model yang akan aku gunakan untuk pengukuran pada tesisku. Proses pembuatan model tidak berjalan mulus, awalnya aku minta bantuan pada seorang mahasiswa desain produk untuk membantu membuat desain modelku dan hasilnya diluar harapanku. Dua bulan sudah berlalu dan desain model yang aku buat belum juga ter-realisasikan. Banyak hal yang aku dapatkan dari kegagalan-kegagalan tersebut, ternyata membuat sebuah model atau bahkan prototipenya tidak segampang yang aku pikirkan. Aku putuskan untuk menghentikan kerjasama dengan mahasiswa desain produk tersebut, dan aku cuma bisa termenung memikirkan bagaimana caranya supaya model tersebut bisa dibuat. Semua teman yang berhubungan dengan produksi aku hubungi, aku minta saran sana-sini.

Suatu hari setelah sekitar dua minggu nganggur dirumah ada sms dari teman dengan latar belakang seni. Dia memberitahukan bahwa dia punya kakak kelas orang seni rupa yang bisa membuat benda dengan bentuk apapun dalam bentuk clay (clay modeling). Akhirnya aku minta tolong temanku tersebut untuk mengantarku ke studio temannya itu di daerah Kalasan. Di studio itu aku melihat banyak sekali patung, akhirnya aku paham mungkin orang ini bisa membantuku. Membuat patung lebih rumit dari membuat desain modelku, dalam hati aku yakin bahwa orang ini tidak akan kesulitan untuk membantuku. Setelah kenalan ngobrol kesana-kemari akhirnya orang itu paham dengan desainku. Orang itu bernama Badari, aku biasa memanggilnya mas Badari, ya dialah si pematung yang menyelamatkan tesisku.

Semester lima sudah tiba, dan aku sibuk mengurus perpanjangan beasiswaku. Dalam kontrak studi memang aku hanya ditugaskan untuk waktu dua tahun atau empat semester saja. Jika aku tidak dapat perpanjangan beasiswa artinya aku harus membiayai hidup dan kuliahku di Bandung sendiri dan itu bukan hal yang aku inginkan. Setelah membuat surat dan diskusi dengan direktur ternyata aku hanya di ijinkan memperpanjang beasiswa selama empat bulan saja. Aku hanya punya waktu sampai desember 2014 untuk menyelesaikan semua yang sudah aku mulai dua tahun lalu. Langkah pertama yang aku lakukan adalah menyelesaikan model yang akan aku gunakan untuk pengukuran tesisku karena tanpa itu aku tidak bisa mendapatkan data apapun. Akhirnya model sudah jadi dan sudah dikirim ke ITB, ke lab tempat aku biasa mengerjakan tesis.




                 
Gambar model maneken dan uterus

Model maneken dan uterus sudah jadi bukan berarti perjuangan usai. Perjuangan baru saja dimulai karena melakukan ujicoba, pengukuran, dan pengambilan data adalah hal yang sulit dan butuh waktu. Belum lagi aku harus menulis buku tesis dari semua proses dan hasil penelitianku. Dengan sabar aku jalani hari-hari tersebut. Aku tulis dengan huruf besar di dinding kosku "DESEMBER 2014" untuk selalu mengingatkanku bahwa desember adalah bulan terakhir aku dapat kiriman uang beasiswa.

Akhirnya setelah menaklukkan pembimbing kedua dengan tiga kali revisi buku dan menaklukkan pembimbing pertama dengan satu kali revisi tambahan aku bisa mengambil formulir pendaftaran sidang tesis. Tiga penguji dan dua pembimbing akan mengawal sidang tesisku tentu saja bersama teman-teman yang mau datang karena sidangnya bersifat terbuka. Akhirnya aku diputuskan untuk sidang tesis pada tanggal 16 Desember 2014.

Penderitaan belum berhenti meskipun jadwal sidangku sudah ada. Tanggal 13 Desember ada telepon dari Ibuku di Yogyakarta bahwa Bapak sakit, dadanya terasa nyeri. Aku langsung memberikan usul untuk membawa Bapak opname saja di rumah sakit. Sedih rasanya aku tidak bisa menemani Bapak saat dia membutuhkanku, tapi aku harus fokus ujian karena hanya tersisa 3 hari lagi. Tanggal 12 Desember tepat sehari sebelum hari sidangku ada kabar dari rumah di Yogyakarta bahwa rumahku di rampok. Hari senin 15 Desember 2014 sore hari jam 19.00 kabar dari Yogyakarta benar bahwa rumahku di jebol seseorang dengan paksa dengan cara merusak pintu. Seluruh pintu dan lemari rumah rusak. Laptop, perhiasan yang ada dirumah hilang semua. Pikiranku semakin kacau, kali ini aku sedikit goyahh... Ada apa ini?! Aku langsung telepon semua keluarga dan alhamdulilah semua keluarga selamat dan itu adalah hal yang paling aku syukuri saat itu. Sedih sekali rasanya, aku membayangkan bagaimana keadaan dirumah huftttt..... bagaimana kondisi Ibuk, bagaimana kondisi bapak. Dibalik semua yang terjadi aku harus tetap ingat satu hal, bahwa besok aku sidang tesis dan aku harus tetap fokus untuk itu. Aku harus berhasil untuk menghibur keluargaku di rumah. Jika aku gagal artinya aku hanya akan menambah jumlah musibah di keluargaku. yah kalimat-kalimat itulah yang membuatku tetap berdiri tegak hingga sidang selesai. Dan akhirnya Selasa 16 Desember 2014 jam 11.45 aku dinyatakan lulus sidang dengan nilai A/B. Genap 840 hari terhitung dari 28 Agustus 2012 s/d 16 Desember 2014 aku dinyatakan lulus!

Gambar sesaat sebelum aku sidang


Selesai sidang aku langsung menuju stasiun Bandung dan membeli tiket pulang ke Yogyakarta. Aku di rumah ingin melihat kondisi orangtua dan rumah yang rusak. Rabu pagi sampai di rumah, keadaan sudah stabil semua sudah tenang tetapi rumah masih berantakan. Kita memberesi rumah rame-rame bersama keluarga yang lain dan juga beberapa tetangga yang bantuin. Kamis Bapak sudah boleh pulang, kondisinya sudah sehat tetapi dia belum tahu kalau ada pencurian dirumah, Ibuk sengaja belum cerita karena Bapak lagi sakit. Setelah semua beres akhirnya minggu 21 Desember aku putuskan untuk kembali ke Bandung karena ada revisi buku tesis yang harus aku selesaikan. Lalu aku melanjutkan aktivitasku di kampus sampai artikel ini aku tulis.

Terimakasih buat semua teman-temanku yang sudah banyak memberikan dukungan hingga semua perjuangan ini berakhir manis. Buat sobat-sobat pembaca ini adalah sebuah cerita semoga ada hikmah yang sobat-sobat dapatkan dari cerita ini. 840 hari perjuanganku di ITB dengan berbagai cerita, kenangan, dan pahit getirnya akhirnya selesai sudah.

"Tuhan itu Maha adil. Ada musibah, tetapi ada berkah. Ada kesedihan, tetapi ada kebahagiaan "

Terimakasih,

Salam Garuda!

Xonote

Comments